Selasa, 09 November 2010

Lindungilah Aer Potang Potang


Ketika mendengar Air Potang Potang mungkin semua akan teringat akan negeri Itawaka yang berada di pulau Saparua, seiring mengenang kembali keindahan Air Potang potang dimasa pemerintahan tahun 1990-an yang semua ini menjadi tidak tertata dan diatur dengan manajemen pemerintahan yang baik saat ini. Kondisi air Potang Potang menjadi rusak ketika konflik sosial melanda Provinsi maluku dimana pemerintah desa memberikan izin kepada masyarakat desa untuk membuka lahan pertanian di daerah sekitar penyangga Air Potang Potang,sehingga sistem Hidrologi menjadi terganggu dalam menjaga kestabilan tata air.

Pulau Saparua beriklim laut tropis karena dikelilingi oleh laut dan biasanya terjadi bersamaan dengan iklim musim yaitu musim barat dan musim timur. Berdasarkan peta geologi yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, maka Pulau Saparua dibentuk oleh batuan beku (Granit, Kuarsa, Peridotit, Andesit), batuan Sedimen (Batu Pasir, Koral, dan bahan lepas) yang termasuk dalam batuan masam, netral dan basa (Anonim, 2004).

Dalam musim penghujan hutan berfungsi untuk meresapkan air ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan musim kemarau berperan untuk menjaga cadangan air dalam tanah (Kimins,1997). Vegetasi dalam hutan memiliki peran ekologis yang sangat vital bagi manusia, yakni sebagai penyimpan air, pengatur lingkungan, dan habitat untuk berbagai jenis fauna. Berbagai masalah tentang keberadaan air mulai muncul dimasyarakat sebagai akibat terjadinya kerusakan penutupan vegetasi dalam satu kawasan hutan atau penggundulan hutan misalnya penurunan debit aliran air dan kemampuan peresapan air dalam tanah merosot sementara kebutuhan kebutuhan air meningkat.

Disisi lain vegetasi dapat menurunkan volume air larian (Run off) yang menjadi faktor penyebab terjadinya erosi, mengikat partikel - partikel tanah dan menurunkan tingkat kelembaban tanah melalui proses evapotranspirasi yang pada gilirannya akan mengurangi potensi terjadinya tanah longsor (Asdak, 2002). Vegetasi dalam satu kawasan hutan akan berperan untuk meningkatkan intersepsi, memfasilitasi canopy redistribution, meningkatkan transpirasi dan mengurangi evaporasi. Kerusakan kawasan resapan air dapat menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan, sedimentasi, tanah longsor, penurunan debit aliran air dalam tanah serta penurunan air tanah (Asdak, 2002).

Apabila hutan ditunjukan sebagai penutupan vegetasi dalam satu kawasan resapan air, maka kerusakan hutan akan berakibat langsung berupa kerusakan siklus air. Air hujan sebagian besar akan mengalir sebagai aliran permukaan menuju aliran sungai dan hanya sedikit saja yang tertahan dalam vegetasi dan lantai hutan, akibatnya pada musim kemarau persediaan air dalam kawasan resapan air sangat sedikit (Asdak, 2002). Saat ini banyak ditemukan daerah - daerah yang telah mengalami kerusakan vegetasi hutan penyangganya yang berakibat lanjut berupa kerusakan siklus air. Salah satu contoh adalah yang terjadi di Kecamatan Saparua khususnya pada kawasan resapan air Potang Potang. Kondisi kawasan cukup memprihatinkan dimana telah terjadi kerusakan penutupan vegetasi akibat penebangan di sekitar kawasan untuk berbagai tujuan.
Akibat lanjut dari alih fungsi kawasan - kawasan resapan air ini maka akan terjadi banjir pada musim penghujan, kekeringan pada musim kemarau, kerusakan lingkungan dan penurunan debit aliran air pada sumber mata air, sehingga perlu untuk merehabilitasi vegetasi pada kawasan resapan air Potang Potang dalam menjamin ketersediaan debit aliran air pada kawasan resapan air Potang Potang serta dapat mengupayakan kelestarian fungsi hutan pada kawasan resapan air Potang Potang desa Itawaka dan diharapkan dapat menjadi langkah strategis untuk menjaga keberadaan kawasan untuk dapat berfungsi secara maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar